POLITIK
Anggota DPR RI Ir H Eddy Santana : Jalan Tol Kurang Layak dari Sisi Keamanan dan Keselamatan
Editor
Send an email
30/06/2020
JAKARTA – Komisi V DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pakar Dr. Ir. Achmad Hermanto Dardak, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, MT, IPU, ASEAN. ENG yang dilaksanakan secara Fisik dan Virtual dengan berpedoman Pada Protokol Kesehatan Covid-19, Selasa, 30 Juni 2020.
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi V DPR RI mendapat masukan terkait Penyusunan RUU Revisi UU No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Ir H Eddy Santana Putra MT dalam rapat tersebut menyampaikan pandangannya, tentang kelaikan fungsi kelaikan dan fungsi jalan tol antara Bakauheni menuju Palembang secara teknis masih kurang laik dari sisi keamanan dan keselamatan.
‘’Maka harus dimasukkan dalam revisi perubahan UU setiap jalan baru harus memenuhi kelaikan dan perlu keseriusan dari pihak terkait,’’ ujar Alumni Fakultas Teknik Unsri ini.
Selain itu, jika ada jalan yang melewati gorong-gorong dan jembatan kecil tak jarang ada lompatan tinggi saat dilalui kendaraan apalagi untuk kendaraan dengan kecepatan tinggi sekitar 100-120 km/jam bisa menyebakan kendaraan sulit terkendali.
Mantan Walikota Palembang dua periode ini juga menyoroti tarif jalan tol harus berdasarkan keadilan.
‘’Misal masa’ iya tarif dari Ciawi ke Bogor hanya 5 km disamakan tarifnya ke Jakarta Rp 40 ribu dengan jarak sekitar 50 km,’’ ujar Eddy Santana lagi.
Maka itu, perlu menjadi perhatian asas keadilan karena penetapan tarif berdasarkan per kilometer. Usulan lain dari Ir H Eddy Santana yakni tentang sharing kepada pemerintah daerah terutama penyediaan lahan sering terjadi lahan bermasalah jika dilibatkan pemerintah daerah lebih serius oleh daerah.
‘’Sharing pemasukan jalan tol harus mengikutkan daerah agar ada pemasukan bagi pemerintah daerah.
Juga tertib pemanfaatan jalan harus jelas, ruas jalan harus jelas pembatasan kewenangan sehingga pelru diatur dalam peraturan khusus yang mengaturnya,’’ ujar Eddy Santana.
Terakhir, tentang pemeliharaan rutin karena sering ada konflik atau masalah antara Pemda dengan pemerintah pusat jika ada kerusakan jalan nasional yang berlubang karena perbaikannya membutuhkan proses yang lama harus menunggu anggaran selanjutnya. Jika kerusakan tambah membesar maka perbaikannya membutuhkan biaya yang besar juga biaa mengganggu keselamatan pengguna jalan.
Seharusnya di balai-balai harus ada pemeliharaan rutin. Jika dulu di jaman Belanda ada sistem mandor. Sehingga ada pengawasan jalan dan jalan raya bisa mulus terus dan harus dilakukan secara swakelola sehingga dapat memperpanjang umur jalan. (dan)