Banyak Hakim Tertangkap Sudah Saatnya Reformasi Mahkamah Agung
MataPublik.co, JAKARTA – Lembaga peradilan kembali tercoreng menyusul operasi tangkap tangan (OTT) Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kayat beserta pihak swasta dan seorang advokat oleh KPK atas dugaan suap terkait penanganan perkara pemalsuan surat. Peristiwa ini menunjukkan mafia peradilan belum jera, bahkan semakin marak dan menjalar ke berbagai penjuru pengadilan.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, kasus korupsi yang melibatkan hakim sulit dibendung dan kerap berulang. Menurut dia, perlu reformasi total di tubuh Mahkamah Agung (MA) selaku lembaga yang berperan sebagai pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di Tanah Air, termasuk menyangkut kekuasaan kehakiman. ”Penting reformasi di tubuh kelembagaan itu (MA), bukan sekadar wacana,” katanya dirilis Harian Nasional, Minggu (5/5).
Jika mata rantai ini tidak diputus, bukan mustahil bakal melahirkan kembali hakim-hakim nakal di Tanah Air. Kebijakan satu atap yang dilakukan MA selama ini ternyata belum berimplikasi serius pada kepentingan masyarakat secara luas. Bahkan, langkah MA membentuk badan pengawas, sama sekali tidak menimbulkan efek sedikit pun. Publik menanti kebijakan MA terkait integritas para hakim.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Hakim di PN Balikpapan Kayat diduga sebagai penerima suap, sementara Sudarman (swasta), dan Jhonson Siburian (advokat) pemberi. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, pada 2018 Sudarman dan dua terdakwa lain disidang di PN Balikpapan terkait kasus pidana umum (pemalsuan surat). Setelah sidang, Kayat bertemu dengan Jhonson Siburian.
“Pada pertemuan itu terjadi penawaran bantuan dengan komisi Rp 500 juta jika ingin Sudarman bebas,” ujar Laode.
Saat itu, Sudarman belum bisa memenuhi permintaan Kayat. Namun, dia menjanjikan akan memberikan Rp 500 juta jika tanahnya di Balikpapan terjual. Bahkan, Sudarman sampai menawarkan Kayat untuk memegang sertifikat tanahnya dan akan memberikan uang setelah laku terjual. Pada Desember 2018, Sudarman dituntut 5 tahun penjara. Beberapa hari kemudian diputus (bebas).
Lantaran uang belum diserahkan, Kayat menagih janji Sudarman melalui Jhonson. Pada 3 Mei 2019, Sudarman mengambil Rp 250 juta di sebuah bank di Balikpapan, hasil uang muka penjualan tanahnya. Dari jumlah tersebut, Rp 200 juta dimasukkan ke kantong plastik hitam dan Rp 50 juta di dalam tasnya. Saat bertransaksi di halaman parkir depan PN Balikpapan, tim KPK melakukan penangkapan.
KPK, kata Laode, meminta MA serius berbenah, terutama dalam meningkatkan integritas para hakim. MA juga harus memberi pelatihan lebih terhadap badan pengawas agar mumpuni mengawasi kinerja hakim. Juru Bicara MA Andi Samsan memastikan, lembaganya memberhentikan sementara Hakim PN Balikpapan setelah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh komisi antirasuah terkait kasus suap.
“Kami akan terus melakukan pembinaan dan penegakan hukum bagi para hakim. MA tidak segan menindak tegas praktik tercela seperti ini. Intinya, kami tidak ingin praktik suap hakim mengakar,” kata Andi. (teg)