Bawaslu Sebut Rudiantara Tidak Melakukan Pelanggaran Pemilu
MataPublik.co, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai pernyataan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara terkait pernyataan ‘yang gaji kamu siapa’ tidak memenuhi unsur pidana pemilu. Karena itu laporan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti Bawaslu.
Rudiantara dinilai tak menyalahgunakan kekuasaan untuk mengampanyekan salah satu pasangan calon di Pemilu 2019. “Status laporan nomor 12/LP/PP/RI/00.00/II/2019 tidak dapat ditindaklanjuti,” demikian surat pemberitahuan status laporan yang ditandatangani Ketua Bawaslu Abhan, Jumat (22/2) yang dipublikasikan di Gedung Bawaslu, Jakarta.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa putusan itu sudah melalui kajian Bawaslu. Putusan itu juga merespons laporan dari Yeyet Nurhayati pada 1 Februari 2019. Bawaslu tidak bisa menindaklanjuti kasus tersebut karena Rudiantara dinilai tidak melakukan kampanye saat menyindir ASN pemilih paslon 02, Prabowo-Sandi. Tidak memenuhi unsur pidana pemilu,” ujar Abhan di surat itu.
Sebelumnya, Rudiantara dilaporkan ke Bawaslu karena diduga melakukan pelanggaran pemilu. Kasus bermula saat Rudiantara mengadakan pemungutan suara desain stiker sosialisasi Pemilu 2019 yang akan digunakan Kominfo.
Saat itu pemungutan suara dimenangkan desain nomor 2. Rudiantara memanggil perwakilan ASN yang memilih desain tersebut. Namun alih-alih menyampaikan alasan memilih desain stiker, sang ASN pun malah membahas pilihan nomor dua di Pilpres 2019. Rudiantara merespons dengan sindiran tajam ke ASN tersebut.
“Bu! Bu! Yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?” kata Rudiantara dalam acara Kominfo Next di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis (31/1). “Bukan yang keyakinan ibu? Ya sudah makasih,” lanjutnya.
Pernyataan Rudiantara memicu kritik publik. Tagar #YangGajiKamuSiapa sempat merajai Twitter sebagai bentuk sindiran terhadap Rudiantara. Rudiantara dilaporkan ke Bawaslu dengan Pasal 283 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 547 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Aturan itu menyebut pejabat negara dilarang membuat kebijakan atau tindakan yang menguntungkan kandidat tertentu. (iuy)