Dian Fatwa Ulas Kembali ‘Kecurangan Bagian dari Demokrasi’

MataPublik.co, JAKARTA – Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dian Fatwa mengulas kembali keterangan saksi Prabowo-Sandi, Khairul Anas Suaidi yang dihadirkan dalam persidangan MK pekan lalu. Anas mengatakan, dalam sebuah pelatihan saksi 01 di salah satu slide pelatihan TOT dikatakan, ‘kecurangan bagian dari demokrasi’.
“Ini menggelisahkan kawan-kawan PBB (Partai Bulan Bintang) karena bertentangan dengan hati nurani siapapun yang berpartisipasi dalam pemilu 2019,” kata Dian seperti dikutip akunnya, Selasa (25/6).
Dalam pelatihan tersebut pada bagian slide Sekjen PDIP Hasto jelas menyatakan, setiap peristiwa politik harus mendatangkan keuntungan politik dan meningkatkan elektabilitas pasangan 01. Artinya, jelas Dian, posisi incumbent benar-benar dikapitalisasi. “Ngeri sekali, apapun caranya yang memungkinkan. Apakah termasuk curang?,” tanya Dian.
Dalam pelatihan tersebut, Hasto juga menyatakan turunkan elektoral lawan dan downgrading Prabowo-Sandi. Diantara skenarionya framing 02 anti Bhineka, akan membangun negara khilafah dan mendukung HTI. “Lha saya nggak pakai jilbab, lama di LN (luar negeri), progresif jadi Jubir BPN. Ini jelas membantah semuanya,” katanya.
Bahkan, dalam pelatihan itu dinyataka Sumatera harus ditaklukkan lewat kepala daerah ya g sudah mendukung. Padahal, jelas Dian, hal itu melanggar UU pemilu 7/2017 dan UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014, Pasal 2. “Jadi dusta apa yang kau ingkari kalau kepala daerah tidak netral? Inilah muasal kecurangan terstruktur,” ucapnya.
Dugaan kecurangan itu emakin terang benderang sehubungan dengan DPT bodong. Dalam slide dikatakan kebijakan untuk mendapatkan C-6 (undangan ke TPS) ini penting, sebab C-6 bisa digunakan alokasi kertas suara di TPS, walaupun pemilihnya bodong. “Tinggal coblos toh,” katanya.
Mengenai kecamatan bodong, ada 40 kecamatam di kabupaten Bogor. Dari 3.467.600 pemilih, terdapat pemilih siluman sejumlah 1.182 orang. “Jumlah kecamatan ditambahkan. Ini jadi industri jual beli suara pileg dan pilpres,” ujarnya.
Masih di kabupaten Bogor, ditemukan pemilih ganda 77.283 kasus dan penggandaan 85.288. Belum lagi pemilih di bawah umur, ada yang masih berusia 1 tahun, sudah punya no urut DPT dan terdaftar di TPS.
“Lalu untuk apa kecamatan bodong? Sebab, awalnya jumlah TPS 809 ribu kemudian menjadi 829 ribu, diduga suara juga dicoblos sendiri, toh tidak ada RT, RW dan Lurah, semuanya siluman,” ujarnya. (epj)