Garuda Indonesia ‘Menabrak’ Fatwa MUI

MataPublik.co, JAKARTA — Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Kota Bekasi, Ustaz Wildan Hasan mengingatkan bahwa pada tahun 2015 MUI mengeluarkan Fatwa terkait hukum doa bersama. Salah satu bentuk doa bersama yang difatwa haram oleh MUI adalah doa yang dipimpin oleh non muslim.
“Umat Islam diharamkan untuk mengikuti dan mengamininya. Berdasarkan fatwa tersebut, di acara apapun baik kemasyarakatan maupun kenegaraan pemimpin doa haruslah seorang muslim,” kata Ustaz Wildan kepada Indonesia Inside, Jumat (4/10).
Anggota Majelis Tafkir PP Persis ini mengingatkan, peristiwa di Garuda Indonesia yang menggelar upacara Hari Kesaktian Pancasila dengan doa yang dipimpin oleh non muslim sementara peserta upacaranya mayoritas muslim telah melanggar fatwa MUI. Dia menilai, pemimpin muslim di Garuda Indonesia berdosa karena telah membiarkan hal itu terjadi. “Kecuali karena kejahilan atas perkara tersebut,” ujarnya.
Ia mengatakan dalih toleransi bukan alasan bagi seorang non muslim memimpin doa umat Islam. Toleransi adalah menghargai dan membiarkan keyakinan dan praktek peribadatan pemeluk agama lain. “Melakukan doa bersama yang dipimpin oleh non muslim justru adalah bentuk intervensi agama, bukan lagi toleransi,” ujar Pengurus MUI Kota Bekasi Komisi Pengkajian dan Penelitian ini.
Ia menyebutkan, kasus tersebut hampir mirip dengan kasus yang terjadi di MPR RI yang hampir saja doa dipimpin oleh non muslim. “Kita berterimakasih kepada pak Zulkifli Hasan yang telah mengambil alih pembacaan doa sehingga aqidah anggota MPR beragama Islam terselamatkan,” katanya.
Wildan menjelaskan, doa adalah urusan privat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Bahkan doa adalah urusan aqidah bagi muslim. Oleh karena itu bagi seorang muslim tidak mungkin dan tidak boleh mengaminkan doa yang dipanjatkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Meskipun doanya berisi permohonan kebaikan,” katanya.
Alasan karena selama ini doa selalu dipimpin oleh muslim sehingga demi kebersamaan lalu pemimpin doa dipergilirkan dinilai tidak tepat. Sebab, muslim adalah mayoritas di negeri dan di hampir seluruh wilayah Indonesia. “Maka wajar pemimpin doa harus muslim. Lagipula setiap kali akan dibacakan doa yang dipimpin oleh muslim, non muslim selalu dipersilahkan untuk berdoa dengan keyakinannya masing-masing,” katanya.
Sebaliknya, di wilayah atau di instansi yang mayoritas non muslim, doa dipimpin oleh non muslim pula. Pihak Garuda Indonesia dan pihak-pihak lainnya semestinya memiliki sensitifitas terkait perkara ini. “Hendaklah hal yang semestinya tidak menimbulkan masalah ini menjadi preseden buruk bagi kehidupan keberagamaan di Indonesia yang selama ini berjalan cukup baik,” ujar dia.
Sementara, humas Garuda Indonesia Ikhsan Rosan belum dapat memberikan keterangan ketika dihubungi. Pihak Redaksi mencoba untuk mengkonfirmasi ke pihak Garuda. Di media sosial viral video upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang digelar oleh maskapai penerbangan nasional. Dalam kegiatan ini tampak pembacaan doa yang dilakukan oleh non muslim. (ipo)