Gubernur Kepri Diduga Kantongi Rp159 Juta dari Suap Reklamasi

MataPublik.co, BATAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, sebagai tersangka suap izin proyek reklamasi. Dalam kasus tersebut, kepala daerah asal Partai Nasdem itu diduga mengantongi uang suap senilai Rp159 juta dalam pecahan dolar Singapura dan rupiah.
“NBA (Nurdin Basirun) diduga menerima uang dari ABK (Abu Bakar, pihak swasta) baik secara langsung maupun melalui EDS (Edy Sofyan, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri),” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Jakarta, Kamis (11/7) malam.
Dia menuturkan, uang suap itu diduga untuk memuluskan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Kepulauan Riau Tahun 2018/2019. Nurdin menerima uang suap itu dari Abu Bakar setidaknya dalam dua tahap.
Tahap pertama yakni pada 30 Mei 2019 sebesar 5.000 dolar Singapura (setara Rp51,8 juta) dan Rp45 juta. Sehari setelah menerima uang itu, Nurdin langsung menerbitkan izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar di kawasan Tanjung Piayu, Batam, dengan luas area sebesar 10,2 hektare.
Pemberian suap tahap kedua terjadi pada Rabu (10/7) lalu. Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar 6.000 dolar Singapura (setara Rp62,3 juta) kepada Nurdin melalui Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Budi Hartono, di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjung Pinang. Dengan begitu, total uang suap yang diduga didapat Nurdin dari Abu Bakar terkait izin reklamasi adalah Rp159 juta.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kepri Rabu lalu, KPK juga mengamankan sejumlah uang dengan pecahan mata uang asing dan rupiah di rumah dinas Nurdin yang berada di Kota Tanjung Pinang. Perinciannya adalah 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, lima euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal Arab Saudi, dan Rp132.610.000.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, mata uang asing dan sejumlah rupiah yang diamankan dari rumah Nurdin itu diduga hasil gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan sang gubernur namun tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja. Karenanya, dalam perkara OTT ini, Nurdin dijerat dalam dua perkara, yaitu perkara suap dan gratifikasi.
Saat ini, KPK telah meningkatkan perkara ke penyidikan dengan empat orang tersangka, yaitu Nurdin, Edy, Budi, dan Abu Bakar.
Nurdin sebagai pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, Edy dan Budi selaku pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selanjutnya, Abu Bakar sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (aij)