Guru Besar UI: Lembaga Survei tak Bertanggung Jawab ke Publik
MataPublik.co, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta guru besar Universitas Indonesia yang juga ahli statistik, Prof Ronnie Higuchi Rusli, untuk memaparkan pendapatnya mengenai hasil hitung cepat (quick count).
Pasalnya, hitung cepat sangat jauh berbeda dengan hitung nyata dan banyak kejanggalan, namun lebih dahulu ditampilkan di media dan menimbulkan polemik. “Semua gak ada yang bisa tanya. Semua pada bisu liat rumus, baik hakim, Bawaslu, plus anggota dan perwakilan KPU ada 5 orang,” cuit Ronnie.
Ia pun mengritik lembaga survei. “Nah, jadi semua lembaga QC (quick count) itu memang kaleng-kaleng, enggak bertanggung jawab ke publik. Giliran ditantang sang pakar, semua pada mengkeret takut dan tak berani jawab,” kata Prof Ronnie.
Sebelumnya Ronnie menantang para pemilik lembaga survei untuk beradu argumentasi tentang hitung cepat di Bawaslu. Namun tak satu pun personel lembaga survei yang merespons. Bahkan saat Ronnie menjelaskan di Bawaslu, kemarin (10/5) di Jakarta, tak ada pengelola lembaga survei yang hadir.
Netizen dengan nama akun @RajaGukguk syahdan membalas: Ini dia ada waktu yg terbatas kalo harus menerangkan dasar statistik dari setiap komponen di rumus itu dari teori probablistik, kenapa bell curve, kenapa 99%, kenapa 0,1% & yg lebih detail kenapa rumusnya begini(rumus ini mengatakan apa maksudnya). Balik bertanya ke panel?
Prof. Ronnie membenarkan hal tersebut. Beberapa lembaga survei hanya mengambil 2.000 data dari lebih 800.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang ada.
“Betul itu persis saya jelaskan kenapa hrs distribusi normal & nilai Z cara menentukan sampling utk TPS quick count harus sesuai formulasi. Kalau tdk maka QC tidak sahih,” jawabnya.
Tak berselang lama @RajaGukguk kembali membalas dan mengapresiasi pendapat Prof Ronnie. Menurut dia, masyarakat lebih mendahulukan etika daripada harus mengkritisi. “Very good job! Thank you for your service! (btw, saya belum bisa ngomong ini di depan polisi dan tentara di sini, orang sini sudah biasa dan hormat sama mereka, kalo boarding pesawat mereka juga didahulukan kayak 1st class!),” kata dia.
Tak ingin berbalas lebih panjang, ia mempersilakan masyarakat yang merasa janggal dan aneh dengan penyelenggaraan pemilu serentak untuk segera menyampaikan ke Bawaslu dan KPU. Ini agar tidak habis energi dan lebih didengarkan oleh penyelenggara pemilu.
“Lebih baik langsung dengan Bawaslu dan KPU sekalian dari pada lembaga survei QC. Singkat kata, saya di sidang oleh Bawaslu yg mau korek masalah QC yg ramai jadi pembicaraan. Jadi buat apa meladeni orang2 yg bukan lembaga pemerintah pusat, cuma sekelas lembaga pertikelir,” kata Ronnie.
Dalam pertemuan tersebut, Ronnie rekomendasikan lima hal untuk pemilu/pilkada. Lembaga survei quick count harus membuka ke publik dan juga ke Bawaslu RI dan KPU RI.
Pertama, sumber pendanaannya. Kedua, perhitungan samplingnya. Ketiga, sumber daya manusia yang ambil sampling. Keempat, metode perhitungan quick count. Kelima, post audit penggunaan dana. Keenam, kepentingan publik harus terbuka. (ass)