POLITIK

Haris Azhar Ungkap 5 Pelanggaran Besar Pemilu 2019

MataPublik.co, JAKARTA — Pemilu Serentak 2019 yang digelar pada 17 April lalu menyisakan banyak persoalan yang harus dituntaskan. Hasil pemantauan oleh hakasasi.id (via cloud-based research dan pemantauan media daring) menemukan bahwa praktik-praktik korup pada pemilu tahun ini dilakukan secara terbuka dan sering kali luput dari perhatian serta penindakan tegas pihak yang berwenang.

Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar mengatakan, praktik semacam itu bisa ditemukan jejaknya, mulai dari masa sebelum dan sesudah kampanye, bahkan hingga masa pemilihan. Hakasasi.id membagi temuan tersebut ke dalam lima kategori pelanggaran besar.

“Tentunya angka dan data yang kami temukan ini bisa jadi Iebih kecil dari apa yang betuI-betul terjadi di lapangan, mengingat tidak semua kejadian mampu direkam dan dipotret secara Iengkap,” kata Haris dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/5).

Kategori pelanggaran besar pertama berupa pengerahan aparatur sipil negara (ASN) dan aparat penegak hukum untuk tujuan pemenangan elektoral kubu tertentu. Menurut dia praktik kotor semacam itu sangatlah meresahkan. Padahal, aparat penegak hukum seperti Polri harus netral dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002.

“Tatanan demokrasi elektoral kita sedang dalam bahaya. Jika hal ini tak kunjung diselidiki, maka tidak menutup kemungkinan peristiwa serupa akan terjadi di masa akan datang,” ujar dia.

Lihat Juga  KPK Sarankan KPU Umumkan 40 Orang Mantan Napi Korupsi

Kategori pelanggaran besar kedua, banyak pejabat publik mengarahkan untuk memilih calon tertentu, seperti yang dilakukan Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkominfo Rudiantara pada masa kampanye Pemilu 2019. Selanjutnya, kategori pelanggaran ketiga adalah pengerahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pemenangan pemilu.

Untuk kasus ini, salah satu contoh yang paling mencolok adalah pengerahan 150.000 karyawan BUMN dalam acara ulang tahun Kementerian BUMN yang bertepatan dengan kampanye akbar terakhir pasangan Jokowi-Ma’ruf di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, 13 April lalu. “Celakanya, hingga kini belum ada korespondensi antara Bawaslu dan Kementerian BUMN terkait pengerahan karyawan BUMN dalam dua acara tersebut,” tutur Haris.

Berikutnya, kategori pelanggaran besar keempat berupa pengerahan kepala daerah, kepala desa, serta perangkat desa yang menyatakan dukungan secara terbuka kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf. Meski tidak melanggar UU Pemilu, namun dengan menyebutkan jabatan saat deklarasi, itu sama saja artinya kepala daerah yang bersangkutan tidak menunjukkan netralitas sebagai pejabat negara, seperti diatur dalam UU Pemda.

“Kasus-kasus ini kerap berakhir tanpa ada tindakan berarti dari pengawas pemilu. Kesejahteraan warga juga terancam akibat ketidaknetralan kepala daerah dan perangkatnya, seperti bupati Tapanuli Tengah yang mengancam mencabut Program Keluarga Harapan (PKH) jika warganya tidak memilih caleg dari partai tertentu (NasDem),” ucap Haris.

Lihat Juga  (Pj) Gubernur Sumsel dan Ketua DPRD Sumsel Tandatangani Keputusan Bersama terkait Raperda PT Bank Sumsel Babel (Perseroda) pada Rapat Paripurna DPRD Sumsel

Sementara kategori kelima berupa pelanggaran hak anggota KPPS. Terlebih, jika melihat perbandingan dan ketentuan pada penyelenggaraan Pemilu 2014 dan 2019, tidak ada perubahan berarti, mulai dari jumlah petugas, tugas dan wewenang, jaminan hak, jaminan kesehatan, hingga aturan khusus yang dapat melindungi petugas KPPS dari berbagai situasi terburuk.

“Sampai sekarang pun, KPU tidak dapat menjawab tugas KPPS apakah kontrak kerja atau volunteer (sukarela/partisipatif). Jika kontrak kerja, apakah dalam sehari harus dipotong pajak apalagi upah mereka di bawah Rp500.000. Kalau partisipatif, kenapa juga ditekan harus diselesaikan malam itu dengan jumlah beban kerja yang sangat banyak,” tuturnya.

Karena itu, Haris mendorong Presiden Jokowi sebelum mengakhiri masa kabinetnya untuk segera membentuk tim investigasi Pemilu 2019 bersama KPU dan Bawaslu. Pembentukan tim itu sekaligus untuk mengusut meninggalnya 554 petugas KPPS yang disebut-sebut akibat kelelahan. “Memenangkan sebuah kontestasi sejatinya menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan keberpihakan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya. (aij)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker