MataPublik.co, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana segera memanggil Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk meminta keterangan soal persyaratan pembangunan infrastruktur di Papua.
Hal itu dilakukan seiring terjadinya penembakan terhadap para pekerja proyek pemerintah berupa jembatan di Jalur Trans-Papua, Minggu (2/12) lalu.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Bambang Haryo Seokartono menyebutkan pemanggilan akan dilakukan sebelum masa reses berlangsung pada pekan depan.
“Ini akan dibicarakan kalau kami Komisi V akan memanggil Kementerian PUPR, kemungkinan sebelum reses yang berlangung pekan depan,” tuturnya seperti dilansir CNN Indonesia.com, Selasa (4/12).
Pihaknya meminta keterangan kepada Kementerian PUPR terkait proses lelang proyek. Hal itu diperlukan untuk mengetahui adanya potensi kecemburuan dari masyarakat Papua atas pembangunan infrastruktur.
“Kami akan menanyakan, apakah dalam pelelangan di sana ada syarat soal pelibatan pekerja dari warga setempat atau subkontraktor dari lokal. Kalau tidak, peralatan dibawa dari Jakarta. Itu tentu bisa menimbulkan kesenjangan dari mereka sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa kemarin,” katanya.
Dia memperkirakan proses pembangunan proyek infrastruktur bisa jadi diganggu oleh kelompok masyarakat karena tiga kemungkinan yakni, kelompok kriminal, separatis, atau teroris.
Tindak kriminal berpotensi terjadi ketika berhubungan dengan kesenjangan ekonomi dan sosial. “Harusnya pekerja yang berasal dari Papua lebih banyak dilibatkan untuk pembangunan infrastruktur di sana, agar ekonomi tetap tumbuh,” ungkapnya.
Terlebih, dia mengklaim alokasi anggaran infrastruktur di Papua termasuk yang paling besar dibanding seluruh provinsi di Indonesia.
Maka itu, pemerintah perlu membereskan persoalan hukum, karena kasus kriminal tersebut akan menghambat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Namun, jangan pula pemerintah hanya mengejar pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan keadilan sosial.
“Harusnya sebelum melakukan pembangunan besar-besaran, BIN (Badan Intelijen Negara) harus melakukan pengamatan terhadap keamanan di wilayah tersebut,” tuturnya. (iuy)