MataPublik.co, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanggil Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Pemanggilan Airlangga untuk diperiksa itu tergantung dari perkembangan penyidikan.
“Itu nanti selalu yang namanya penyidik punya rencana, berdasarkan pengembangan hasil penyidikannya dia selalu akan menemukan siapa lagi yang akan dipanggil,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/9).
Agus belum bisa memastikan kapan Airlangga yang juga Menteri Perindustrian bakal dipanggil penyidik lembaga antirasuah. Menurut Agus, pemanggilan seseorang sebagai saksi tergantung pada kebutuhan penyidikan. “Saya enggak akan menyampaikan itu, tapi nanti itu secara independen penyidik melakukan,” ujarnya.
Dalam kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1 ini, KPK telah menjerat tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo, dan mantan Menteri Sosial dan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham.
Eni dan Idrus diduga bersama-sama menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Eni mengaku sebagian dari Rp2 miliar yang dirinya terima dari Kotjo digunakan untuk keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada Desember 2017.
Belakangan Eni telah mengembalikan uang sejumlah Rp500 juta. Sementara itu, pengurus Partai Golkar juga mengembalikan uang sejumlah Rp700 juta kepada lembaga antikorupsi. Uang itu menjadi alat bukti dalam kasus dugaan suap proyek milik PT PLN senilai US$900 juta.
Agus melanjutkan pihaknya juga membuka kemungkinan menjerat Golkar sebagai tersangka. Sampai saat ini, kata Agus pihaknya baru sebatas menetapkan korporasi atau perusahaan sebagai tersangka korupsi dalam sejumlah kasus yang pihaknya tangani.
“Kami sudah menyentuh korporasi kalau dalam hal perusahaan. Tinggal nanti melihat fakta, data dan alat bukti. Apakah kemudian memang memungkinkan. Jadi kami selalu lihat datanya ada enggak, alat buktinya ada enggak,” kata dia.
KPK pun sudah memeriksa sejumlah saksi dari Golkar dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Mereka yang telah diperiksa mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar Setya Novanto, putra Setnov Rheza Herwindo, hingga Ketua Fraksi Golkar Melchias Marcus Mekeng.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan hingga saat ini belum ada panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Airlangga: Tak ada panggilan KPK
KPK membuka peluang memanggil Airlangga sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek tersebut. “Itu tidak ada [panggilan dari KPK],” kata Airlangga di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (20/9). Airlangga juga enggan berandai-andai soal pemanggilan KPK itu. “Ya, kita tidak mengandai-andai. Apakah Anda dari KPK?” kata Airlangga.
Airlangga mengatakan terkait kasus yang menimpa kader atau individu di Partai Golkar diserahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku.
Dua kader Golkar, yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham, telah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi proyek PLTU Riau-1. Airlangga mengatakan, kedua kader partai Beringin itu sudah tidak memiliki jabatan di struktur partai.
Namun, proses pergantian antarwaktu (PAW) Eni, kata dia, masih menunggu proses hukum lebih lanjut. “Termasuk PAW Setya Novanto sedang berjalan prosesnya,” katanya.
Partai Golkar menjadi sorotan KPK dalam kasus suap PLTU Riau setelah Eni Saragih mengatakan bahwa uang suap mengalir ke acara Musyawarah Nasional Luar (Munaslub) Golkar pada pertengahan Desember 2017.
Dalam Munaslub itu, Airlangga terpilih secara aklamasi menggantikan Setya Novanto. Eni diduga menerima suap sebesar Rp6,25 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo.
Eni menjabat sebagai Bendahara Pelaksana Munaslub ketika menerima uang dari Kotjo untuk membantu kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Eni juga mengaku diperintahkan oleh ketua umum Golkar untuk mengawal proyek pembangkit listrik milik PT PLN itu. Namun, Eni tak menyebut siapa ketua umum Golkar yang memerintahkan untuk mengawal proyek PLTU Riau-1 itu. Ia mengaku hanya menjalankan tugas partai.
Komisioner KPK Alexander Marwata, pada 31 Agustus 2018 mengatakan bahwa uang yang dimiliki Eni tak bisa dipisahkan dari uang yang diterima Kotjo. “Yang bersangkutan [Eni] sudah menyampaikan salah satunya digunakan untuk Munaslub,” ujarnya. (iuy)