SUMSEL

Masyarakat Hukum Adat atau Masyarakat Adat

Oleh: Albar Santosa ( Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan)

Dua istilah tersebut ( masyarakat hukum adat dan masyarakat adat) sering terbaca silih berganti satu sama lain bisa dalam satu artikel yang ditulis seseorang, bisa dari beberapa artikel yang ditulis oleh orang yang berbeda-beda.

Tentu untuk menjelaskan proses perjalanan kedua istilah tersebut, penulis selaku praktisi yang bergumul dengan ” masyarakat ( hukum) adat , selaku anggota maupun ketua kelembagaan adat baik secara daerah ( ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan, Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan; 2019-2024), dan juga sebagai anggota Perkumpulan Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera serta Dewan Pakar Sekretariat Nasional Perlindungan Masyarakat Hukum Adat).

Selama ini, hukum internasional mengenai berbagai – bagaimana istilah untuk menyebut masyarakat hukum adat ini, seperti ” indigeneous people, tribal people, atau ethnic minorities.

Namun menurut Dr. Annan Voskuil, dewasa ini istilah yang semakin umum digunakan dalam hukum internasional untuk menyebut keseluruhannya adalah INDIGENEOUS PEOPLE, yang beliau namanya sebagai” parasol concep”, artinya sebagai pengertian umum yang mencakup keseluruhan ( Annan Voskuil dalam Ruswiati Suryasaputra dan Saafroeddin Bahar,).

Catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN) memilih istilah” masyarakat adat”, sedangkan Mahkamah Konstitusi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM), dan Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat ( Seknas HMA- dimana penulis sebagai anggota Dewan Pakar), memilih istilah” MASYARAKAT HUKUM ADAT, yang sering disingkat HMA.

Lihat Juga  DPRD Sumsel Setujui Raperda Pertanggungjawaban Pelaksana APBD Provinsi Sumsel

Penulis memilih istilah ” Masyarakat Hukum Adat”.

Untuk Indonesia – khusus nya oleh karena adanya berbagai istilah seperti: masyarakat hukum adat “, masyarakat adat dan masyarakat tradisional.
Untuk itu akan besar manfaatnya, jika juga dikembangkan suatu parasol concep milik sendiri.

Untuk itu kita mengutip penjelasan dari Guru Besar ilmu hukum tatanegara ( guru penulis), dan juga sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi bapak Prof. H.A.S. Natabaya, SH, LLM adalah sebagai berikut:

Beliau menyarankan untuk digunakan istilah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sebagai terjemahan indigeneous people tersebut, khususnya oleh karena Pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Pasal 51 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mempergunakan istilah tersebut.

Jika diperlukan, istilah itu istilah tersebut dapat disingkat sebagai masyarakat hukum adat ( MHA).
Ada suatu masalah yang perlu kita selesaikan secara khusus, yaitu istilah ” komunitas adat terpencil” ( KAT), yang terdapat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 1999. Istilah ini sama sekali tidak terdapat baik dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 maupun dalam undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan kata lain, istilah tersebut merupakan istilah yang dipakai terbatas di lingkungan Departemen Sosial’ ( Kementerian Sosial – sekarang).

Lihat Juga  Resah, Limbah Karet Cemari Sungai Warga Lubuk Lancang

Mungkin juga pada instansi terbatas menggunakan istilah itu juga.
Dengan adanya jaminan konstitusional dalam Pasal 18 B ayat ( 2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta Pasal 6 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, ditambah lagi oleh Pasal 51 ayat ( 1) Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sudah saatnya Departemen/ Kementerian Sosial menggunakan istilah yang paling mutakhir ini.

Kalaupun istilah ” komunitas adat terpencil” akan digunakan, bersamaan dengan itu perlu dikembangkan istilah ” masyarakat hukum adat” yang lebih komprehensif cakupannya dan lebih mempunyai dasar hukum yang lebih kuat.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button