
BANYUASIN – Pengelolaan dana hibah HIV/AIDS sebesar 1,3 miliar di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banyuasin, menjadi sorotan, atas persoalan tersebut Aliansi Masyarakat Untuk Institusi (AMUNISI) akan melaporkan hasil temuanya ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin.
Menurut Efri Efendi, Ketua Aliansi Masyarakat Untuk Institusi (AMUNISI), menegaskan, menjadi pertanyaan, anggaran yang dikeluarkan tiga tahun berturut – turut, yaitu tahun 2017 sebesar Rp. 400 juta, tahun 2018 sebesar Rp.600 juta dan tahun 2019 sebesar Rp. 300 juta, dengan nilai total Rp 1,3 miliar rupiah. Sedangkan alat yang digunakan untuk kegiatan pendeteksi penyakit HIV/AIDS di beberapa rumah Sakit rusak.
“ Output nya paling sosialisasi ke salon dan panti pijat saja. Sedangkan dari temuan kami alat pendeteksi penyakit HIV/AIDS rusak, sehingga kami nilai anggaran tersebut menguap entah kemana,” tegas dia, Senin (22/7/19)
Lebih lanjut, dia mengatakan, jika anggaran tersebut dibangunkan untuk sekolah, dimana saat ini masih banyak kekurangan kelas belajar, setidaknya uang itu dapat dipergunakan membangun 5-6 unit ruang belajar.
Mestinya dana hibah yang dikucurkan tepat sasaran dan bermanfaat untuk masyarakat sehingga tidak mubazir saja. Apalagi saat ini Pemkab Banyuasin kekurangan anggaran bangun jalan, memaksa harus berhutang ke perbankan.
“Saya mau tanya gerakan apa yang dilakukan oleh KPHIV/AIDS di Banyuasin, saya lihat vakum, jadi dikemanakan dananya,”kata aktivis parlemen jalanan ini.
Efriadi menyebut jika sepeserpun uang negara yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan kepada negara, apabila ada kerugian negara sudah jelas ada konsekuensinya.
Sementara itu, pihak yang terkait KPHIV/AIDS melalui via Whatsapp belum bisa dikonfirmasi. Hanya saja menurut Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin dr H Masagus M Hakim jika dana HIV/AIDS merupakan hibah murni bukan menempel di instansinya.”Mereka yang menerima,”jelas Hakim kepada wartawan, dikutip dari media online PALPRES.COM. (*)