OPINI

Nilai Spiritual Dan Integritas Para Penyelenggara Pemilu

Oleh : Hasandri Agustiawan, M.Si

 

PESTA demokrasi Pemilihan Umum 2019 sudah dimulai. Saat ini tahapan- tahapan menuju pesta akbar April 2019 itu sudah dilaksanakan. Kesuksesan berbagai tahapan itu terletak di tangan para penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu, keduanya menjadi garda terdepan dalam suksesnya pemilihan umum itu.

Untuk itu sudah seharusnya kedua lembaga ini benar – benar harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Diakui atau tidak gelombang godaan akan datang secara bertubi – tubi baik dari partai politik maupun para konsisten pemilu untuk secara bersama – sama menguntungkan pihak – pihak tertentu.

Godaan demi godaan ini akan bisa ditepis dengan tetap mengedepankan profesionalisme, idealisme, nilai – nilai spiritual serta integritas. Terpenting dari itu semua adalah Kuasa Tuhan yang terus melihat dan akan mengawasi apapun yang dilakukan para penyelenggara pemilu.

Sebagai khalifah atau pemimpin, maka petugas pemilu harus melaksanakan tahapan pemilu dengan baik. Penyelenggara harus memanfaatkan segala anugerah dari Allah berupa ilmu, harta, kedudukan dan sebagainya (QS al-An’am:165). Allah juga akan meminta pertanggungjawaban atas kekhalifahan manusia tersebut pada tingkat keberhasilan manusia dalam mengemban amanah tersebut (QS al-Isra’).

Untuk itu para penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya selain taat asas dan aturan juga haruslah didasarkan pada nilai-nilai keagamaan atau spiritual. Hendaknya selalu mengingat nama Tuhan dalam setiap melaksanakan kewajibannya. Bahwa sebagai penyelenggara pemilu yang mendapat fasilitas dari negara maka harus mengedepankan nilai etika dan moral. Tidak boleh menyalahgunakan jabatan, penyelewengan dan segala tindakan a moral lainnya. Bekerja dengan sungguh-sungguh dengan niat ibadah demi mengharapkan keridhoan dari Allah Swt.

Lihat Juga  Mahasiswa , Organisasi dan Kepedulian Kepada Masyarakat

Tolak ukur keberhasilan pemilu yang demokratis berdimensi transendental adalah terujinya integritas moral pada pihak penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu hingga jajarannya ke bawah. Harapan rakyat yang menginginkan pemilu berjalan fair, jujur dan berkeadilan pada akhirnya berpusat pada kemandirian penyelenggara pemilu dengan berkomitmen menjaga integritas.

Penting kiranya hal ini menjadi perhatian bersama karena banyak di beberapa daerah muncul ketidakpercayaan publik terhadap lembaga ini dikarenakan komisionernya terlibat dalam praktik a moral berupa jual beli suara, praktik politik uang, penyelenggara yang tidak netral, penyalahgunaan jabatan dan sederet prilaku tak terpuji itu sehingga menimbulkan tercederainya demokrasi.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Penyebab utamanya adalah penyelenggara pemilu yang bekerja bukan atas dasar nilai-nilai spiritual melainkan karena didorong hawa nafsu dan sifat serakah untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Tidak hanya mendapat ganjaran hukum berupa pidana penjara juga sanksi sosial pun akan diterimanya. Berapa banyak mereka oknum penyelenggara pemilu yang mendapat sanksi etik dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), lalu diberhentikan dengan tidak hormat atau sekedar diberi teguran atau peringatan. Kalau sudah demikian, maka kiprah sebagai penyelenggara pemilu akan berakhir untuk selamanya.

Maka betapa pentingnya menjaga nilai-nilai integritas karena itu merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan pemilu yang substansial atau berdimensi transendental. Sebab integritas merupakan keutamaan/kebajikan yang mendorong individu yang memilikinya untuk melakukan upaya partisipatif terbaik mewujudkan Kehidupan bersama yang baik.

Lihat Juga  Bukti Kerja Keras Masyarakat Kota Palembang Menjaga Kerbersihan Berhasil Raih Adipura Ke-12

kata Integritas selalu dikaitkan dengan moral atau moralitas. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan kejujuran, sedangkan kata moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap. Dalam dunia kerja, moral merupakan tolak ukur bahkan menjadi syarat utama selain standar pendidikan/keilmuan bagi seseorang pencari kerja.

Moral menjadi pemandu dan pengarah pikiran sikap dan tingkah laku yang dilakukan oleh individu yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Nilai ini merupakan pancaran atau aktualisasi jati diri manusia yang bersumber pada pola pikir, keimanan yang dimiliki seseorang.

Bertens, mendudukkan kata ‘moral’ dengan menajamkan penggunaannya apakah dalam konteks nomina (kata benda) atau sebagai adjektive (kata sifat). Kata ‘moral’ jika dipakai sebagai nomina, maka ia sama arti dengan ‘etika’. Sedangkan kata ‘moral’ yang dipakai sebagai adjektiva, maknanya sama dengan ‘etis’. Nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Pada seorang manusia, integritas merupakan suatu karakter yang baik, sedangkan pada suatu institusi/organisasi termasuk lembaga penyelenggara pemilu, integritas merupakan suatu budaya organisasi yang baik. Baik pada seorang manusia maupun pada institusi/organisasi, integritas menimbulkan daya dorong untuk mengarahkan berfungsinya partikularitas demi kebaikan umum yang sebanyak mungkin manusia bisa ikut merasakan (common good). Karena arahnya secara substansial persis berlawanan, integritas tidak hanya secara empiris mencegah korupsi melainkan secara logis niscaya menangkal korupsi. (**)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker