Pelaku Bom Surabaya Diduga Wanita dengan Dua Balita
SURABAYA, MataPublik.co – Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Wakapolrestabes) Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Benny Pramono mengatakan pihaknya masih menyelidiki identitas pelaku pengeboman di Surabaya, Minggu (13/5).
Menurut keterangan saksi yang dihimpun polisi, seorang ibu dengan menggandeng dua orang anak memaksa memasuki ruang kebaktian di GKI Jalan Diponegoro Surabaya pada sekitar pukul 07.45 WIB. Saat itu kebaktian di GKI Jalan Diponegoro Surabaya belum dimulai. Menurut jadwal, kebaktian akan berlangsung pada pukul 08.00 WIB. Ibu dan dua anaknya yang berupaya masuk ke ruang kebaktian ini sempat dihalau oleh seorang sekuriti di pintu masuk GKI Jalan Diponegoro Surabaya, sebelum kemudian ketiganya meledakkan diri di halaman gereja. “Sekuriti yang menghalaunya adalah salah satu korban yang terluka parah,” ucap Benny seperti dilansir dari Antaranews.com.
Hingga berita ini diturunkan, polisi masih melakukan pendataan jumlah korban. Polrestabes Surabaya mencatat pada sekitar pukul 08.00 WIB tadi pagi bom bunuh diri meledak di tiga lokasi gereja. “Sementara ini yang pasti ada tiga lokasi gereja yang diserang oleh pelaku bom bunuh diri, selain di GKI Jalan Diponegoro, dua lainnya adalah gereja di Jalan Ngagel Madya dan Jalan Arjuno Surabaya,” katanya.
Jangan Sebarkan Sadisme
Sementara itu, Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Syofiardi Bachyuljb mengingatkan, siapa saja yang memiliki akses ke media sosial sebaiknya berpedoman kepada etika jurnalistik dalam memposting atau menyebarkan gambar dan tulisan yang mengandung sadisme.
Niat setiap orang tentu baik untuk memberikan informasi secepatnya kepada orang lain tentang satu peristiwa, tetapi apa yang disampaikan seharusnya disaring. Kode Etik Jurnalistik yang menjadi pedoman etika wartawan di Indonesia memiliki Pasal 4 yang berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafrisan tentang sadis adalah kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
“Sementara Kode Etik AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Pasal 19 menyebutkan Jurnalis tidak menyajikan berita atau karya jurnalistik dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan psikologis serta kejahatan seksual,”jelasnya.
AJI juga memiliki Kode Perilaku sebagai turunan Kode Etik. Pada Poin 33 Kode Perilaku Anggota AJI disebutkan: Anggota AJI menghindari karya yang mengandung unsur sadisme. Sebuah karya jurnalistik dinilai sadis jika penggambarannya memberikan kesan kejam, buas, menimbulkan kengerian, dan tidak mengenal rasa belas kasihan. Salah satu contohnya adalah gambar atau penjelasan atas kondisi tubuh atau fisik korban kecelakaan, ledakan bom, bencana, dan kekejaman fisik yang hancur secara detail.“Jadi, stop bagikan foto korban ledakan bom yang menimbulkan kengerian. Bayangkan jika korban adalah keluarga Anda dan fotonya disebar kemana-mana,”imbuh Syofiardi. (yri)