Oleh: Fiki Okta Riyansyah
Jurusan Ilmu Komunikasi
FISIP UIN Raden Fatah
MATAPUBLIK.Co – Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini membuat jenis permainan juga ikut berkembang.
Jika pada jaman dulu permainan sering dilakukan diluar rumah bersama semua teman menggunakan alat-alat yang ada dialam.
Tetapi ketika jaman sudah menjadi berubah dengan tekonologi seperti saat ini, maka permainan anak pun menjadi salah satu yang berubah, saat ini anak-anak bermain dengan dirinya sendiri ditemani imajinasinya di depan sebuah layar monitor komputer.
Dalam layar itu tampak gambar yang bergerak dengan dikendalikan melalui keyboard atau joystick dan anak-anak asyik menggerakkan keyboard itu dan ditunjang dengan koneksivitas yang canggih dan cepat.
Dengan cara inilah komunikasi baru terjadi yang hanya melalui layar monitor dengan akses hampir ke seluruh dunia.
Hal ini menjadi anak-anak lupa diri dan terkadang menjauhi lingkungan sosial sebenarnya hingga pada tahap inilah seseorang dikatakan kecanduan akan game online.
Kecanduan game online sebagai gangguan psikis yang sering tidak diakui keberadaannya yang mempengaruhi kemampuan penggunanya yang dapat menyebabkan masalah relasional, pekerjaan, dan sosial dimana telah membuat anak mulai kehilangan batas waktu penting dalam kehidupannya, menghabiskan lebih sedikit waktu dengan keluarga, dan perlahanlahan menarik diri dari rutinitas kehidupan normal anak.
Anak mengabaikan hubungan sosial dengan teman- temannya dan akhirnya kehidupannya jadi tidak terkendali karena internet termasuk game online telah mengambil alih pikirannya (Young, 2007).
Fenomena kecanduan game online ini sudah banyak diinvestigasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Bahkan pada tahun 2013 di jurnal Public Library of Science One (PLoS ONE) yang ditulis oleh psikolog pendidikan, Dr. Sri Tiatri dari Universitas Tarumanagara, menunjukkan bahwa 10.5 persen atau sebanyak 150 orang dari total 1.477 sampel siswa SMP dan SMA yang aktif bermain game online di empat kota di Indonesia (Manado, Medan, Pontianak, dan Yogyakarta) dinyatakan mengalami kecanduan game online.
Masih sebagai bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sri Tiatri, bermain game online pada dasarnya dapat membawa manfaat positif, misalnya dapat berkenalan fan berinteraksi dengan banyak teman dari belahan dunia lain melalui internet, serta dapat menjadi sarana berlatih Bahasa Inggris yang menyenangkan.
Namun, di sisi lain, ketika sudah menjurus ke arah adiksi, bermain game online dapat membawa dampak negatif. Sejak beberapa tahun terakhir hingga saat ini, misalnya, telah diberitakan adanya perilaku bolos sekolah hingga tindak pencurian yang dilakukan siswa SMP dan SMA di Indonesia karena keinginan bermain game online yang tidak terbendung.
Bahkan Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah satu gangguan mental. Berdasarkan dokumen klasifikasi penyakit internasional ke-11 (Internatioal Classified Disease/ICD) yang dikeluarkan WHO, gangguan ini dinamai gaming disorder.Gaming disorder oleh WHO digambarkan sebagai perilaku bermain game dengan gigih dan berulang, sehingga menyampingkan kepentingan hidup lainnya.
Pertama dan terutama, pengidap gangguan gaming disorder akan bermain game secara berlebihan, baik dari segi frekuensi, durasi, maupun intensitas.
Gejala kedua, pengidap gaming disorder juga lebih memprioritaskan bermain game. Hingga akhirnya muncul gejala.
ketiga, yakni tetap melanjutkan permainan meskipun pengidap sadar jika gejala atau dampak negatif pada tubuh mulai muncul.