Oleh ; Ka Dante
Berangkat dari bahasan artikel Denny JA tentang debatan antara NKRI bersyariah ataukah ruang publik yang manusiawi patut dibahas lebih jauh tentu dari kacamata publik cerdas dan intelektual dan lebih imbang. Apalagi dalam uraian Denny tersebut mencampurkan nilai substansial syariah yang kurang pas sebagai parameter kuantitatif semata.
Sebelum membahas lebih lanjut tentu kita harus mengetahui, bahwa Islam mengajarkan pentingnya penghormatan dan penghargaan terhadap sesama manusia, karena Islam sebagai agama yang membebaskan dan memanusiakan manusia, hal ini tercermin dalam Al-qur’an surah ke 49: 13.
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Islam memang mengajarkan iman itu bersifat sangat pribadi karena itu sebuah pilihan dan Islam tidak pernah memaksa keimanan seseorang. Namun beranjak dari sini, karena pesan iman menganjurkan untuk mengajak orang lain berbuat baik, maka Islam pada dasarnya adalah gerakan moral yang mau tak mau masuk dan mengisi wilayah ruang publik karena mengajak orang untuk berbuat baik.
Sebagai bukti, semakin tinggi iman seseorang mestinya semakin saleh, karena secara sosial, menjadi insan terpuji buah dari iman dan ilmunya memahami agama. Sebaliknya, manusia apa pun agamanya membawa fitrah yang bersifat universal yakni membuka pintu berpikir dan berbuat baik untuk lingkungan dan orang lain. Bahkan mengajak manusia membuka wawasan memecahkan setiap problematika hidup. Afala ta’qilun.
Di Indonesia, sejak lama Islam sejalan dengan konsep negara meski dalam perjalanannya sangat dinamis. Dalam konteks negara demokrasi, agama yang muncul dalam ruang publik adalah iman sebagai parameter. Dalam hal ini, yang muncul adalah hukum dan aturan Islam dituangkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tradisi yang mendukung prinsip-prinsip demokrasi, bukan sebaliknya. Itulah kenapa Islam tidak pernah bertentangan dengan dimensi apapun termasuk kebebasan ruang publik sekalipun.
Mengutip dalam sebuah catatan yang sudah mahsyur, Indonesia adalah negara mayoritas muslim yang mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Islam sejalan dengan prinsip demokrasi. Index Kebebasan yang dikeluarkan oleh Freedom House tahun 2011, misalnya, hanya Indonesia dan Mali yang masuk kategori ‘bebas’, di antara 17 negara yang dianggap sebagai negara muslim.
Sebagai bukti, Islam menghargai ruang publik kita bisa mencatat beberapa aksi umat Islam melibatkan jutaan umat dapat berjalan damai. Tentunya, tidak salah kalau Presiden Joko Widodo menyampaikan terima kasih kepada umat Islam khususnya ulama, habib, dan ustaz yang telah memimpin umat dalam aksi damai hingga magrib. Fakta ini, menunjukkan kualitas dan kematangan berdemokrasi umat Islam.
Sebelum pada inti bahasan, dijelaskan dulu apa itu syariah. Syariah secara bahasa artinya jalan yang dilewati untuk menuju sumber air. (Lisan Al-Arab, 8/175). Atau dengan kata lebih ringkas, syariat berarti aturan dan undang-undang. Aturan disebut syariat, karena sangat jelas, dan mengumpulkan banyak hal. (Al-Misbah Al-Munir, 1/310).
Ada juga yang mengatakan, syariah sebuah aturan, karena dia menjadi sumber yang didatangi banyak orang untuk mengambilnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebutuhan NKRI bersyariah sejalan dengan kebebasan ruang publik. Allah SWT menegaskan dalam Al-Quran: Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. Al-Maidah: 48). Dalam ayat ini Allah swt menggunakan kata syariah sebagai arti dari kata aturan.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengiring bahkan memaksa pemikiran pembaca sesuai dengan selera penulis tapi paling tidak untuk membuka mata hati bahwa gagasan NKRI bersyariah bukan gagasan yang menimbulkan alergi. Namun sebuah penghargaan atas kehidupan agar taat azas dan aturan yang berjalan ditengah masyarakat.
Di Tanah Air, sudah sangat dikenal dengan prinsip Islam damai memiliki prinsip al-tawassuth, yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. Prinsip tawazun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan kepentingan agama dan negara. Prinsip al-tasamuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan, sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling memusuhi.
Jadi syariah adalah cara untuk mencapai tujuan kemakmuran dan kemaslahatan umat. Adapun hasil penelitian Hossein Askari, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington, AS, untuk mengetahui di negara manakah di dunia ini nilai-nilai Islam paling banyak diaplikasikan.
Hasil penelitiannya meliputi 208 negara itu ternyata tak satu pun negara Islam menduduki peringkat 25 besar, tentu tak bisa menjadi rujukan. Sebaliknya padanan yang cocok adalah perkembangan pembangunan pesat Negara Turki. Semua pencapaian gemilang yang diraih oleh Turki dibawah kendali Erdogan secara terbuka diakuinya karena mereka kembali ke syariah Islam.
Tentu sebagai umat Islam, syariah adalah cara aturan dan ini adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan. Tentu proses ini tak kalah penting daripada hasil. Setidaknya ada pemenuhan kebutuhan hak dan kewajiban sebagai umat beragama dan warga negara agar tak terkesan gersang atau bagai mengutip padanan di ruang publik hampa, tak terkait dan tak terhubung.
Sebagai catatan akhir, penulis ingat hadis dirawayatkan Abu Dawud dan Baihaqi, siapa menzalim umat selain muslim bahkan mengurangi haknya sekalipun atau membebaninya diluar kemampuannya atau mengambil sesuatu darinnya tanpa kerelaan, maka kata Nabi SAW dia akan menjadi seterunya pada hari akhir. Jadi dalam Islam juga ada syariat yang melindungi umat diluar Islam. Jadi disinilah menjadi jaminan bahwa Islam itu rahmatan lil alamin bagi seluruh sekalian alam. Aamiin. (***)
penulis adalah editor MataPublik.co