MataPublik.co – Anda juga pastilah sering lihat, ketika pada sebuah pesta apalagi berlangsung di sebuah gedung yang megah. Umumnya para sahabat beriman, masih saja makan dan minum sambil berdiri.
Oleh: H. Bangun Lubis
Selalu saja kita melihat keganjilan demi keganjilan dalam kehidupan sehari-hari . Pada saat tertentu, kita melihat seorang yang sungguh terlihat agamais dengan memakai jilbab, tetapi dia pakai celana yang sangat ketat, persis ‘dodol ‘yang dibungkus plastik.
Kita juga melihat, seorang bapak pakai peci putih dan keluar dari dalam museum al quran Gandus Palembang, tetapi memakai celana pendek tak sampai lutut. Apakah dia tidak mengerti atau masa bodo’, tak taulah. Yang pasti seorang muslim memakai celan hendaklah di bawah lutut dan semata kaki. Sebab dari lutut hingga atas, bagi lelaki itu adalah aurat.
Lalu seorang ibu dan bapak bersama anak mereka yang masih kecil berusia kisaran 5 tahun, berjalan di mall, sang istri memakai jilbab dan suaminya memakai peci putih, mereka dengan santai berjalan sambil makan es krim mengitari mall. Pandangan yang tidak lazim bagi seorang muslim tentunya, berjalan sambil makan.
Anda juga pastilah sering lihat, ketika pada sebuah pesta apalagi berlangsung di sebuah geudng yang megah. Umumnya para sahabat beriman, masih saja makan dan minum sambil berdiri. Tanpa ada rasa risih dan canggung. Padahal, Rasulullah meminta kita bila makan dan minum duduklah, karena itulah gambaran seorang muslim.
Fenomena demikian ini, menjadi gaya-gayaan bagi sebagian kita. Padahal, begitu terlarangnya gaya hidup itu. Mungkin orang akan sedikit marah atau mencibir apa yang kita kemukakan ini, tapi dalam Islam semua harus tegas. Yang hak adalah hak yang bathil harus dikemukakan, agar para saudara seiman lambat laun memiliki kesadaran menuju kesyariatan.
Sekilas cerita dalam tulisan ini dibuat tidak lain adalah untuk saling mengingatkan diantara kita umat yang bersyariah. Sebab, bila perkara yang mudah saja tak bisa kita laksanakan dengan baik, sampai kapan kita bisa melakukan yang lebih suliut dari pada itu. Dalam pepatah, ala bisa karena biasa. Begitu pun kita. Terbiasa melakukan yang baik-baik maka selamanya akan ringan melaksanakannya.(*)