Pesawat Lion Air yang Jatuh Memiliki Riwayat Masalah pada Mesin
MataPublik.co, JAKARTA – Pesawat Boeing 737 Max 8 -tipe yang sama seperti pesawat Lion Air yang jatuh pada Senin (29/10)- memiliki riwayat masalah pada mesin. Karena permasalahan tersebut, Boeing sempat menangguhkan pengujian terbang pesawat ini sebelum dikirimkan ke maskapai Lion Air group.
Seperti diberitakan Reuters pada Mei 2017, Boeing Co menemukan ada masalah pada mesin 737 Max yang dipasok oleh CFM International – perusahaan patungan antara General Electric (GE) asal Amerika Serikat dan Safran dari Prancis. Boeing mengatakan, masalah diperkirakan muncul dari lempengan mesin turbin.
Rencananya Malindo Air, anak perusahaan Lion Air, adalah maskapai pertama di dunia yang menerima pesawat tersebut. Menurut Reuters, tidak ada masalah keamanan karena pesawat belum digunakan untuk penerbangan komersial.
Pihak Boeing bersikeras untuk tetap mengirimkan pesawat seharga USD 110 juta itu tepat waktu. Pasalnya, sebagian besar pembayaran baru akan diterima jika pesawat sudah di tangan pembeli.
Catatan penerbangan menunjukkan adanya keterlambatan operasional beberapa hari oleh Malindo Air.
Rencananya, 737 Max akan digunakan pertama kali pada penerbangan Malindo Air dari Kuala Lumpur ke Singapura pada 19 Mei 2017, namun menurut laporan Flight Global, pesawat itu baru digunakan pada 22 Mei 2017.
Selain Lion Air Group, Boeing 737 Max juga dipesan oleh maskapai American Airlines, Southwest Airlines, dan Shandong Airlines. “Boeing memproduksi lebih dari 50 unit 737 per bulan dan berharap meningkatkannya pada tahun-tahun mendatang, tapi Juli ini hanya 29 dari tipe tersebut yang dikirim,” tulis Boarding Area.
Menurut CFM International, mereka tidak menemui adanya masalah dengan lempeng turbin dalam pengujian terbang selama lebih dari 2.000 jam.
Belum diketahui dengan pasti penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT610 tujuan Jakarta-Tanjung Pinang, Selasa (29/10). Pesawat tersebut baru diperoleh Lion Air pada Agustus lalu dan memiliki sekitar 800 jam terbang.
Gerry Soejatman, pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) mengatakan barunya pesawat bukan jaminan tidak adanya kerusakan teknis. Dia mengatakan ada kejanggalan dalam rute penerbangan dan ketinggian yang tidak konsisten.
“Ini kelihatannya masalah teknis,” kata Gerry saat dihubungi kumparan. (iuy)