Sustainabilitas Timah Nasional, Refleksi Harapan dan Fakta, RKAB Versus Lingkungan
PANGKALPINANG – Babel Resource Institute (BRINST) menggelar seminar nasional “Sustainabilitas Timah Nasional, Refleksi Harapan dan Fakta” di Novotel Bangka, Senin (13/12/2021). Pembicara memberikan sudut pandang tentang bisnis timah nasional.
Pada seminar tersebut, Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin mengungkap beberapa hal yang jadi sorotan pemerintah pada tata kelola timah Indonesia.
Pemerintah mewajibkan setiap ekspor timah mengacu kepada Rencana Kerja Anggaran dan Belanja (RKAB). Pengacuan itu salah satu cara menerapkan keberlanjutan industri timah nasional yang cadangannya ditaksir tersisa untuk 25 tahun lagi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara pada Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan industri timah nasional penting bagi perekonomian negara.
“Harus membawa dampak optimal bagi negara, masyarakat banyak. Jangan hanya menguntungkan segelintir orang,” katanya dalam seminar nasional “Sustainabilitas Timah Nasional, Refleksi Harapan dan Fakta” yang diselenggarakan Babel Resource Institute (BRINST) di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin (13/12/2021).
Ridwan mengatakan, cadangan timah nasional diperkirakan hanya tersisa untuk sampai 2046. Cadangan itu tidak boleh hanya dinikmati di masa kini saja. Generasi mendatang punya hak untuk ikut menikmatinya. Oleh sebab itu, penting menerapkan prinsip keberlanjutan atau sustainabilitas dalam industri timah nasional.
Penerapan prinsip itu, kata dia, antara lain lewat pengendalian industri timah nasional. Bentuk pengendaliannya adalah setiap eksportir wajib menyusun RKAB dan RKAB wajib disahkan pemerintah. “Tidak bisa lagi mengekspor tanpa mengacu ke RKAB,” ujarnya.
Pemerintah akan mengizinkan RKAB direvisi sesuai kondisi faktual. Hal itu untuk mengakomodasi dinamika industri. “Acuan tetap harus ada,” kata dia.
Ridwan Djamaludin mengatakan peningkatan nilai tambah untuk industri pertimahan harus dilakukan. Pemerintah saat mengedepankan hal itu, selain juga memikirkan aspek perlindungan lingkungan. “Peningkatan nilai tambah hilirisasi adalah wajib, semaksimal mungkin harus dilakukan,” kata Ridwan Djamaludin.
Kementerian ESDM berusaha memberikan kepasatian berusaha dengan aspek legal yang lebih ringan agar bisa dipenuhi perusahaan pertambangan. Namun dalam hal ini, aspek lingkungan juga perlu diperhatikan.
“Aspek perlindungan lingkungan kewajiban kita semua, bagaimana industri ini tidak merusak, tidak menjadi musuh publik. Kita berusaha keras mengembalikan lingkungan ke kondisi awal,” katanya.
Eksplorasi Lanjutan
Kooordinator Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Direktorat Jenderal Minerba, Andri B Firmanto mengungkapkan Izin Pertambangan yang diterbitkan menjadi tertib administrasi dan tidak tumpang tindih.
Implementasi competent person dalam pelaporan eksplorasi dan studi kelayakan diharapkan dapat
memverifikasi data sumberdaya dan cadangan yang akurat sehingga umur tambang dan tingkat produksi menjadi terukur serta sumber mineral ditambang dapat ditelusuri asal-usulnya;
“Saat ini hanya PT Timah yang melakukan eksplorasi lanjutan, ke depannya, jika hal ini tidak dilakukan, maka RKAB tidak adakan diterbitkan,” kata Andri B Firmanto.
Ia mengungkapkan hilirisasi timah diharapkan tidak hanya sampai dengan produksi logam timah namun sampai ke Industri Lanjutan dan Aplikatif mengingat Indonesia salah satu produsen logam timah terbesar di dunia.
“Bangka Belitung ini harus bersyukur, bahwa cadangan timah terbesar di Indonesia ada di sini. Selain itu ada beberapa mineral lainnya, yakni mineral tanah jarang yang juga punya potensi,” katanya. (rel)