Oleh: Bangun Lubis [ Pemimpin Redaksi MataPublik.Co ]
Kita sering mendengar untuk apa berbuat baik kepada orang lain bila tidak ada manfaatnya bagi kita. Apakah itu materi ataupun secara psikologis. Ungkapan ini rasanya masih terus mengalir.
Padahal dalam Islam itu bukanlah suatu hal yang baik. Justru sebaliknya, bagimana caranya kita bisa bermanafaat bagi orang lain. Itulah sebenarnya sebaik-baik manusia.
Hidup dalam masyarakat diistilahkan sebagai hidup bersama. Dalam kontek hidup bersama itulah kita harus bisa menempatkan diri diantara pergaulan dengan orang lain, dan paling mulianya adalah dapat bermanfaat bagi orang setidaknya disekitar kita.
Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: //“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”..
Hadist di atas menunjukan bahwa Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap orang lain dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya.
Makna keberadaan manusia itu ditentukan oleh kemanfataannya pada orang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit atau mudharat kepada yang lain.
Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Simaklah apa firman Allah dalam Al Quran//: “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri”…..’’ (QS. Al-Isra:7)
Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang, sebagiman ditulis dalam artikel duniaislam.com.
Manfaatnya dari segi ilmu, yakni ilmu agama maupun ilmu umum/dunia; Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar, lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.
Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.//“Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya”// (HR. Muslim)
Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.
Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bisa membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.
Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.
Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju “manusia terbaik”.(*)