Utang Luar Negeri Swasta Melejit Tembus US$182,2 Miliar
utang luar negeri swasta sebagian besar dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor LGA, serta sektor pertambangan, dan penggalian
MataPublik.co, JAKARTA – Utang luar negeri swasta menyalip posisi utang luar negeri pemerintah. Hingga Oktober 2018, utang korporasi di Indonesia kepada pihak asing mencapai US$182,2 miliar atau meningkat 7,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan utang swasta tersebut lebih kencang dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,7 persen dibandingkan September 2017 lalu. “Utang luar negeri swasta naik, terutama didorong oleh sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas (LGA),” demikian keterangan resmi Bank Indonesia (BI), Senin (17/12).
Lebih rinci, utang luar negeri swasta sebagian besar dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor LGA, serta sektor pertambangan, dan penggalian.
Utang keempat sektor tersebut tercatat mencapai 72,9 persen dari total utang luar negeri swasta. Kontribusi ini relatif sama dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sementara, utang luar negeri pemerintah dan bank sentral tercatat sebesar US$175,4 miliar atau naik 3,3 persen dibandingkan Oktober 2017 lalu. Meski bertumbuh, namun nilainya lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni US$176,1 miliar.
Secara keseluruhan, utang luar negeri RI mencapai US$360 miliar atau meningkat 5,3 persen dibandingkan Oktober 2017 lalu. Namun, BI mengklaim utang luar negeri RI ini masih dalam kondisi sehat.
“Hal ini tercermin dari rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akhir Oktober 2018 yang stabil di kisaran 34 persen. Rasio ini lebih baik dibanding rata-rata negara peers,” tulis BI dalam siaran persnya.
Selain itu, struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi oleh utang-utang jangka panjang dengan porsi 86,9 persen. “BI dan pemerintah terus berkoordinasi memantau perkembangan utang luar negeri dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” terang BI. (iuy)
google pencarian