INTERNATIONAL

Walhi Sayangkan Ancam RI kepada Uni Eropa

MataPublik.co, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik keras pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan yang menyatakan pemerintah Indonesia mengancam untuk keluar dari Kesepakatan Perubahan Iklim Paris terkait keluarnya kebijakan Uni Eropa terhadap diskriminasi produk sawit.

Manajer Kampanye Iklim dan Keadilan Walhi, Yuyun Harmono lantas menyamakan sikap Luhut tersebut dengan sikap Presiden Donald Trump yang memutuskan mundur dari kesepakatan iklim Paris demi membela kepentingan korporasi yang merusak lingkungan.

“Kalau kita sampai keluar, ya kita menyamakan level [Luhut] dengan Trump. Kalau Trump keluar dari Paris Aggrement karena membela industri batu bara, kalau Luhut ya membela besar-besaran sawit,” kata Yuyun di Kantor Walhi, Jakarta, Jumat (29/3).

“Dua-duanya ini [Batu bara dan sawit] komoditas yang kemudian menyebabkan kerusakan lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim,” tambah Yuyun.

Trump resmi mengundurkan diri dari kesepakatan perubahan iklim Paris sekitar Juni 2017 lalu. Trump pernah mengatakan akan mengambil langkah untuk membantu industri minyak dan batu bara Amerika Serikat saat kampanye Pilpres AS.

Lebih lanjut, Yuyun menyatakan rencana Luhut yang akan membawa pemerintah Indonesia untuk keluar dari Kesepakatan Paris merupakan langkah yang serampangan dan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah.

Sebab, kata dia, Kemenko Maritim seharusnya harus terlebih dulu melakukan diskusi dan koordinasi internal dengan presiden Joko Widodo sebelum mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut. “Ya kalau pak Luhut bangga disetarakan dengan Trump ya silakan. Reaksi kita dari pernyataan itu yang menurut kami serampangan, tidak didasarkan pemikiran mendalam dan keliru ketika disampaikan seorang Menko,” kata dia.

Lihat Juga  Tingkatkan Layanan, Hotel Al Furqon Gandeng OYO Internasional

Yuyun menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo telah komitmen dalam Kesepakatan Perubahan Iklim Paris sebagaimana disampaikan pada COP 21 UNFCCC di Paris, Perancis pada Desember 2015 lalu.

Jokowi, kata Yuyun, telah berkomitmen dan terlibat langsung untuk menanggulangi perubahan iklim dengan menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan Internasional sebagaimana tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

“Nah kita kan tidak mau seperti itu, dalam konteks perubahan iklim di tingkat internasional. Karena ini masalah bersama, jangan sampai Indonesia di cap sebagai negara yang kemudian tidak peduli dengan problem internasional,” kata dia.

Selain itu, Yuyun menilai Luhut, yang memiliki jabatan sebagai Menko Kemaritiman, malah lebih peduli terhadap korporasi sawit dan tak pernah mau memperhatikan perubahan iklim.

Padahal, kata dia, masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir di sepanjang pantai Indonesia merupakan daerah yang sangat terdampak dari proses perubahan iklim. “Nah menteri bidang kemaritiman tak pernah bisa bicara perubahan iklim terhadap masyarakat pesisir, tak pernah dia urus, padahal dia Menko Maritim. Yang dia sering lakukan adalah lobi untuk kepentingan kelapa sawit,” kata dia.

Lihat Juga  Eksodus Warga Venezuela Bikin Pusing Negara Tetangga

Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman menyatakan rencana Luhut tersebut juga melangkahi kewenangan DPR-RI. Sebab, Kesepakatan Perubahan Iklim Paris tersebut juga telah diratifikasi dalam UU no.16 Tahun 2016 oleh DPR-RI. “Dan ini selain melampaui kewenangan presiden, juga melampaui DPR RI yang sama-sama telah meratifikasi kesepakatan Paris itu,” kata dia.

Berkaca dari kasus tersebut, Edo menyatakan bahwa selama ini pemerintah Indonesia lebih membela kepentingan korporasi sawit ketimbang memperhatikan persoalan lingkungan

Ia pun berharap Presiden Joko Widodo mau menegur keras Luhut terhadap pernyataan yang kontroversial tersebut. “Saya kira presiden harus menegur keras atas statement yang di keluarkan Luhut soal kesepakatan Paris. Ini menunjukkan ada kelemahan koordinasi di internal pemerintah,” kata Edo.

Sebelumnya, Luhut juga mengancam akan memboikot produk Uni Eropa untuk melawan diskriminasi yang mereka lakukan terhadap Kelapa Sawit.

Langkah akan diambil jika Parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan bertajuk Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II) yang diajukan oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019 lalu. “Kami pertimbangkan semua, tadi saya sudah sebutkan beberapa. Dalam hidup ini harus punya pilihan. Kami tidak mau didikte. Kami harus tegas,” ujar Luhut. (iuy)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker