Warga Tagih Janji Sekolah Gratis ke Gubernur
MataPublik.co, PALEMBANG — Puluhan warga di Palembang menagih janji sekolah gratis ke Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru di halaman Kantor Gubernur Sumsel, Senin (13/5).
Massa yang mengatasnamakan diri Aliansi Untuk Indonesia Cerdas menuntut lima hal kepada Gubernur Sumsel Herman Deru terkait janji sekolah gratis. Namun, saat ini masih banyak para wali murid yang diminta membayar dan dibebani penguatan dari sekolah.
Kelima tuntutan tersebut adalah sekolah tempat berlajar bukan pasar serta tempat mencari Ilmu. Kedua, tolak segala bentuk pungutan bertopeng komite dengan alasan apapun, ketiga tolak kebijakan sekolah berbayar. Keempat, maksimalkan anggaran pendidikan minimal 20 persen sesuai amanat undang-undang, dan kelima pengelolaan dana BOS harus transparan.
Koordinator aksi Ade Indra Chaniago menilai ada kapitalisasi dalam dunia pendidikan dengan pungutan kepada SMA Negeri unggulan. Padahal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sekolah tidak boleh mengandalkan pungutan kepada orang tua/ wali.
“Kalau soal fasilitas jika memang sekolah unggulan itu memang layak mendapatkannya, tapi persoalannya adalah orang-orang di dalam itu yang tidak layak dan harus segera dibenahi. Ini ada kapitalisasi dalam hal ini dan itu namanya bukan mencerdaskan kehidupan bangsa kalau begini caranya,” kata Indra seusai menggelar aksi di halaman Kantor Gubernur Sumsel.
Pihaknya sepakat memang ada kalau ada unggulan, tapi benar-benar orang yang punya kapasitas intelektual unggul bukal orang yang tidak unggul masuk ke sana lantas menikmati fasilitas di sana.
“Anggaran pendidikan di Sumsel ini ada di angka 10 persen dan kita mau naik menjadi 20 persen, minimal seusai dengan amanat Undang-undang. Jika naik, maka akan menyelesaikan aneka ragam persoalan pungli, personal sumbangan, persoalan-persoalan infrastruktur dan lainnya,” kata dia.
Gubernur Herman Deru sebenarnya telah berkomitmen menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak di Sumsel. Namun tahun 2017-2018 sebelum dilantik menjadi Gubernur telah terjadi keterlambatan pembayaran (transfer). Oleh karena itulah agar proses pendidikan ini terus berjalan komite dan pihak sekolah mengambil kebijakan memungut biaya.
“Waktu itu saya belum jadi Gubernur. Keterlambatan transfer itu terjadi tiga triwulan kurang lebih 9 bulan. Komitmen saya kalau bilang gratis ya gratis, jangan bilang gratis tapi tidak gratis,” tuturnya.
Pasca dilantik 1 Oktober, dia diharuskan membayar kurang lebih Rp96 miliar. Dia pun berinisiatif mendahulukan membayar kepentingan itu yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Pada tahun 2019 ini, sekolah dibedakan berdasarkan cluster yakni sekolah gratis dan sekolah berbayar. Dari 437 sekolah SMA dan SMK yang ada sebanyak 27 sekolah di kabupaten dan kota masuk kategori sekolah mandiri.
“Saya minta nanti kita duduk bersama membicarakan ini lagi. Saya berterima kasih atas saran masukan. Saya harap kita bisa berdiskusi dengan baik dan sehat nantinya,” katanya. (aza/rap)